BERBAGI ILMU DAN REZEKI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Salah satu lembaga pendidikan islam
yang bercorak modern adalah lembaga islam Muhammadiyah. Lembaga ini didirikan
oleh Ahmad Dahlan dengan tujuan mencerdaskan umat islam melalui pendidikan.
Sejak dari awal pendirian, Muhammadiyah telah menempatkan pendidikan sebagai
salah satu media untuk mencapai tujuan organisasi ini yakni untuk menyerukan
pentingnya kembali pada Al Qur’an dan Sunnah sebagai usaha mengatasi perbuatan
menyimpang dalam kehidupan beragama umat islam di Indonesia yang melakukan
praktik takhayul, bid’ah, dan kurafat dengan tidak mendasarkan dirinya pada
madzhab atau pemikiran tertentu. Lewat pendidikan, Muhammadiyah mampu
mencerdaskan umat islam dan bangsa Indonesia.
Dari semua tujuan berdirinya Muhammadiyah
tentu ada beberapa permasalahan yang bermunculan. baik dari dalam tubuh
Muhammadiyah itu sendiri maupun dari faktor luar Muhammadiyah, yang mana
permasalahan tersebut juga dapat mempengaruhi perkembangan Muhammadiyah sebagai
suatu organisasi dan juga badan usaha. Berdasarkan beberapa permasalahan yang
bergejolak di Muhammadiyah tersebut, adalah suatu bahasan yang menarik untuk
dibahas secara mendalam.
B. RUMUSAN
MASALAH
1) Menguraikan
sejarah pasang surut kejayaan islam ?
2) Menjelaskan
Muhammadiyah sebelum menjadi organisasi ?
3) Menjelaskan
faktor-faktor pendorong berdirinya Muhammadiyah ?
4) Menguraikan
Muhammadiyah sebagai gerakan modern islam ?
5) Menjelaskan
perkembangan islam mutakhir di indonesia ?
C. TUJUAN
PEMBAHASAN
1) Memahami
sejarah pasang surut kejayaan islam.
2) Memahami
Muhammadiyah sebelum menjadi organisasi.
3) Mengetahui
faktor-faktor pendorong berdirinya Muhammadiyah.
4) Memahami
Muhammadiyah sebagai gerakan modern islam.
5) Mengetahui
perkembangan islam mutakhir di indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PASANG SURUT KEJAYAAN ISLAM
I.
Kemunduran
Dunia Islam
a)
Krisis dalam Bidang Sosial Politik
Awalnya adalah rapuhnya
penghayatan ajaran Islam, terutama yang terjadi dikalangan para penguasa. Bagi
mereka ajaran Islam hanya sekedar diamalkan dari segi formalitasnya belaka,
bukan lagi dihayati dan diamalkan sampai kepada hakekat dan ruhnya. Pada masa
itu ajaran Islam dapat diibaratkan bagaikan pakaian, dimana kalau dikehendaki
baru dikenakan, akan tetapi kalau tidak diperlukan ia bisa digantungkan.
Akibatnya para pengendali pemerintahan memarjinalisasikan agama dalam
kehidupannya, yang mengakibatkan munculnya penyakit rohani yang sangat
menjijikkan seperti keserakahan dan tamak terhadap kekuasaan dan kehidupan
duniawi, dengki dan iri terhadap kehidupan orang lain yang kebetulan sedang
sukses. Akibat yang lebih jauh lagi adalah muncullah nafsu untuk berebut
kekuasaan tanpa disertai etika sama sekali. Kepada bawahan diperas dan diinjak,
sementara terhadap atasan berlaku menjilat dan memuji berlebihan menjadi hiasan
mereka.
”Syareat Islam adalah
demokratis pada pokoknya, dan pada prinsipnya musuh bagi absolutisme”
(Stoddard, 1966: 119) Kata Vambrey, ” Bukanlah Islam dan ajarannya yang merusak
bagian Barat Asia dan membawanya kepada keadaan yang menyedihkan sekarang, akan
tetapi ke-tanganbesi-an amir-amir kaum muslimin yang memegang kendali
pemerintahan yang telah menyeleweng dari jalan yang benar. Mereka menggunakan
pentakwilan ayat-ayat al-Quran sesuai dengan maksud-maksud despotis mereka”.
b)
Krisis dalam Bidang Keagamaan
Krisis ini berpangkal
dari suatu pendirian sementara ulama jumud (konservatif) yang menyatakan bahwa
pintu ijtihad telah tertutup. Untuk menghadapi berbagai permasalahan kehidupan
umat Islam cukup mengikuti pendapat dari para imam mazhab. Dengan adanya
pendirian tersebut mengakibatkan lahirnya sikap memutlakkan semua pendapat
imam-imam mujtahid, padahal pada hakekatnya imam-imam tersebut masih tetap
manusia biasa yang tak lepas dari kesalahan. Kondisi dunia Islam yang dipenuhi
oleh ulama-ulama yang berkualitas dibuatnya redup dan pudarnya nur Islam yang
di abad-abad sebelumnya merupakan kekuatan yang mampu menyinari akal pikiran
umat manusia dengan terang benderang.
c)
Krisis bidang Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan
Krisis ini sesungguhnya
hanya sekedar akibat dari adanya krisis dalam bidang sosial politik dan bidang
keagamaan. Perang salib yang membawa kaum Nasrani Spanyol dan serangan tentara
mongol sama-sama berperangai barbar dan sama sekali belum dapat menghargai
betapa tingginya nilai ilmu pengetahuan. Pusat-pusat ilmu pengetahuan baik yang
berupa perpustakaan maupun lembaga-lembaga pendidikan diporak-porandakan dan
dibakar sampai punah tak berbekas. Akibatnya adalah dunia pendidikan tidak
mendapatkan ruang gerak yang memadai. Lembaga-lembaga pendidikan tinggi yang ada
sama sekali tidak memberikan ruang gerak kepada para mahasiswanya untuk
melakukan penelitian dan pengembangan ilmu. Kebebasan mimbar dan kebebasan
akademik yang menjadi ruh atau jantungnya pengembangan ilmu pengetahuan Islam
satu persatu surut dan sirna. Cordova dan Baghdad yang semula menjadi lambang
pusat peradaban dan ilmu pengetahuan beralih ke kota-kota besar Eropa.
II.
Kebangkitan
dunia Baru Islam
Masa Tiga Kerajaan Besar (1500-1800
M)
Setelah khilafah Bani
Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara Mongol, kekuatan politik
umat Islam mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya
tercabik-cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain bahkan saling
memerangi. Keadaan politik umat Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan
kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar: Usmani di Turki,
Mughal di India dan Safawi di Persia. Kerajaan Usmani, disamping yang pertama
kali berdiri, juga yang terbesar dan paling lama bertahan dibanding dua
kerajaan lainnya. Kerajaan Usmani didirikan oleh bangsa Turki dari kabilah
Oghuz yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina. Mereka masuk
islam sekitar abad keislaman atau kesepuluh. Kerajaan Usmani dimulai pada tahun
1290 M di bawah kepemimpinan raja Usmani.
Kerajaan Usmani mencapai
puncak kejayaannya pada masa Muhammad II atau biasa disebut Muhammad Al-Fatih,
pada masanya, Sultan Al-Fatih dapat mengalahkan Bizantium dan menaklukkan
Konstantinopel tahun 1453 M. Luas kerajaan Turki Usmani pada saat itu meliputi
Asia kecil, Armenia, Irak, Siria, Hejaz, dan Yaman di Asia; Mesir, Libia, Tunis
dan Aljazair di Afrika; Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria dan
Rumania di Eropa. Para penguasa Usmani menggunakan gelar “khalifah” sejak
Sultan Murad menaklukkan Asia Kecil dan Eropa. Dan ketika kerajaan Usmani
menaklukkan dinasti Mamalik (Mesir) , tempat bertahtanya para khalifah
Abbasiyah, kerajaan Usmani meminta gelar khilafah itu.
Kerajaan Safawi berasal
dari sebuah gerakan tarekat yang bernama Syafawiah yang bermadzhab Syi’ah.
Kerajaan ini dapat dianggap sebagai peletak pertama dasar terbentuknya Negara
Iran dewasa ini. Dalam perkembangannya, kerajaan Safawi sering bentrok dengan
Turki Usmani. Peperangan dengan Turki Usmani, selain didasari oleh motif
perluasan wilayah, juga dikarenakan perbedaan madzhab yang sangat kental.
Kerajaan Turki Usmani sangat membenci golongan Syi’ah. Peperangan dengan Turki
Usmani terjadi pada tahun 1514 M dengan kemenangan diperoleh Turki Usmani.
Kerajaan Safawi terselamatkan dengan pulangnya Sultan Usmani ke Turki karena
terjadi perpecahan di kalangan militer Turki di negerinya.
Rasa bermusuhan dengan
kerajaan Usmani berlangsung lama. Peperangan demi peperangan berlangsung antara
dua kerajaan, sampai diadakan perjanjian damai yang dipelopori oleh kerajaan
Safawi. Untuk mewujudkan perjanjian ini, kerajaan Safawi harus menyerahkan
beberapa wilayahnya. Disamping itu, raja Safawi berjanji tidak akan menghina
tiga khilafah pertama dalam Islam (Abu Bakar, Umar, dan Utsman) dalam
khutbah-khutbah Jum’at. Sebagai jaminan atas syarat-syarat itu, raja Syafawi
menyerahkan saudara sepupunya sebagai sandera di Istambul.
kerajaan Mughal berdiri
di daerah India, seperempat abad sesudah berdirinya kerajaan Safawi. Jadi di
antara tiga kerajaan besar Islam tersebut, kerajaan inilah yang termuda.
Kerajaan ini menaklukkan banyak kerajaan kecil di daerah India dan menjadikan
Delhi sebagai ibu kotanya. Salah satu peninggalan yang berharga dari kerajaan
ini adalah Masjid berlapiskan mutiara dan Taj Mahal di Agra, Masjid Raya Delhi
dan Istana Indah di Lahore, Istana Fatpur Sikri di Sikri, villa dan
masjid-masjid indah. Peninggalan tesebut masih dapat dinikmati hingga sekarang.
B. MUHAMMADIYAH SEBELUM MENJADI ORGANISASI
Salah satu lembaga
pendidikan islam yang bercorak modern adalah lembaga islam Muhammadiyah.
Lembaga ini didirikan oleh Ahmad Dahlan dengan tujuan mencerdaskan umat islam
melalui pendidikan. Karena Ahmad Dahlan termasuk anggota organisasi Budi Utomo
maka sebelum mendirikan lembaga pendidikan islam Muhammadiyah, beliau meminta
restu kepada Budi Utomo. Setelah itu, beliau membuka sekolah agama di rumahnya
dengan nama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiah. Awal lembaga pendidikan islam
ini berdiri hanya memiliki delapan orang murid. Karena penyampaian materi dari Ahmad
Dahlan yang menarik, setiap bulan muridnya bertambah tiga orang. Melihat
kemajuan pendidikan lembaga tersebut maka Budi Utomo memberikan bantuan berupa
pengajar dan mulai saat itu ridak hanya ilmu agama tetapi ilmu pengetahuan pun
diajarkan. Lembaga ini diresmikan tanggal 1 Desember 1911.
Melihat perkembangan
lembaga pendidikan islam Muhammadiyah yang sangat baik, banyak yang menyarankan
agar Ahmad Dahlan mendirikan suatu organisasi yang kelak akan menjadi penerus
setelah Ahmad Dahlan tiada. Setelah direnungkan dan mendapatkan orang-orang
yang siap membantu, maka pada tanggal 18 Dzulhijah 1331 H atau 18 Desember 1912
M didirikanlah oraganisasi yang bernama Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan.
Dalam usaha mendapatkan
pengakuan kepala pemerintah sebagai badan hukum, pada tanggal 20 Desember 1912,
Muhammadiyah dibantu oleh Budi Utomo mengajukan surat permohonan kepada
Gubernur Jenderal Hindia Belanda agar Muhammadiyah diberi izin resmi dan diakui
sebagai suatu badan hukum. Untuk itu Gubernur Jenderal mengirimkan surat
permintaan pertimbangan kepada Direktur Van Justitie, Adviseur Voor Inlandsche
Zaken, Residen Yogyakarta dan Sri Sultan Hamengku Buwono VI. Setelah melalui
proses yang cukup lama, akhirnya pemerintah Hindia Belanda mengakui
Muhammadiyah sebagai badan hukum yang tertua dalam Gouvernement Besluit tanggal
22 Agustus 1914, Nomor 81, beserta lampiran statutennya dan berlaku mulai 22/23
Januari 1915.
C. FAKTOR-FAKTOR PENDORONG BERDIRINYA MUHAMMADIYAH
1)
Faktor
Subyektif
Faktor subyektif yang sangat kuat, bahkan dikatakan
sebagai faktor utama dan faktor penentu yang mendorong berdirinya Muhammadiyah
adalah hasil pendalaman KH. Ahmad Dahlan terhadap Al-Quran dalam menelaah,
membahas, meneliti dan mengkaji kandungan isinya. Sikap KH. Ahmad Dahlan seperti ini
sesungguhnya dalam rangka melaksanakan firman Allah SWT sebagaimana yang
tersimpul dalam surat An. Nisa ayat 82 dan surat Muhammad ayat 24, yaitu
melakukan taddabur atau memperhatikan dan mencermati dengan penuh ketelitian
terhadap apa yang tersirat dalam ayat.
Sikap seperti ini pulalah yang
dilakukan KH. Ahmad Dahlan ketika menatap surat Ali Imran ayat 104 yang artinya
”Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah yang mungkar, merekalah
orang-orang yang beruntung”.
Memahami seruan diatas, KH. Ahmad
Dahlan tergerak hatinya untuk membangun sebuah perkumpulan, organisasi atau
persyarikatan yang teratur dan rapi, yang tugasnya berkhidmad pada melaksanakan
misi dakwah Amar Makruf Nahi Mungkar ditengah masyarakat kita.
2)
Faktor Internal
Faktor internal yang mendorong berdirinya
Muhammadiyah adalah:
§ Rusak dan hinanya umat islam dalam bidang sosial,
baik dalam bidang politik, ekonomi, kebudayaan serta keagamaannya.
§ Tidak tegak nya hidup dan kehidupan agama islam
dalam diri orang dan masyarakat.
§ Tidak bersihnya islam akibat bercampurnya dengan
berbagai macam faham sehingga timbulnya bid ah, syirik.
§ Kurang adanya persaudaraan dan persatuan umat islam
dalam membela kepentingan islam.
§ Belum selesai dan sempurnya perjuangan para wali
dalam pengembangan agama islam di indonesia.
3) Faktor External
Beberapa Faktor
External yang juga mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah:
§ Adanya pengaruh
gerakan reformasi dan purifikasi yang di pelopori oleh Jamaluddin Al Afghani
Muhammad Abduh, serta Muh. Abd. Wahab.
§ Kegiatan-kegiatan
kristening politik, yaitu usaha-usaha misi dan zending yang bermaksud
mengkristenkan umat islam Indonesia.
§ Adanya
penjajahan kolonialis, yang membelenggu umat Islam Indonesia dan penestrasi
kebudayaan barat, sehingga menimbulkan sikap acuh tak acuh bahkan mencemohkan
Islam dari kalangan pelajar Indonesia,dan akibat-akiabat negatif lainnya.
D. MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN MODERN ISLAM
I.
Visi Dan Misi Muhammadiyah
Pendidikan menempati posisi strategis
dalam rangka mencerdaskan umat islam bangsa Indonesia. Untuk itu, agar maksud
dan tujuan tersebut tercapai maka harus memiliki visi dan misi.
Visi pendidikan Muhammadiyah adalah pengembangan intelektual
peserta didik pada setiap jenis dan jenjang pendidikan yang dikelola oleh
organisasi Muhammadiyah. Sedangkan misi pendidikan Muhammadiyah adalah
menegakkan dan menjunjung tinggi agama islam melalui dakwah islam amar ma’ruf
nahi munkar di semua aspek kehidupan.
II.
Aktualisasi
Gerakan Muhammadiyah
Tujuan Muhammadiyah
Setiap tujuan pendidikan Muhammadiyah selalu
berhubungan dengan pandangan hidup yang dianut Muhammadiyah. Tujuan umum
pendidikan Muhammadiyah secara resmi baru dirumuskan pada tahun 1936 saat kongres
Muhammadiyah di Betawi. Dalam kongres tersebut tujuan Muhammadiyah dirumuskan
sebagai berikut:
v mengiringi
anak-anak Indonesia menjadi orang islam yang berkobar-kobar semangatnya.
v badannya sehat,
tegap bekerja.
v hidup tangannya
mencari rezeki sendiri, sehingga kesemuanya itu memberi faedah yang besar dan
v berharga hingga
bagi badannya dan juga masyarakat hidup bersama.
Sebenarnya tujuan pendidikan Muhammadiyah sudah ada
bersama dengan lahirnya pergerakan Muhammadiyah. Amir Hamzah mengungkapkan bahwa
pendidikan Muhammadiyah menurut Ahmad Dahlan antara lain:
§ baik budi, alim
dalam agama.
§ luas pandangan,
alim dalam ilmu-ilmu dunia.
§ bersedia
berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.
Dalam konferensi di Pekajangan, Pekalongan tanggal
21-25 Juli 1955 rumusan tersebut diubah menjadi: “ membentuk manusia muslim,
berakhlak mulia, cakap, percaya pada diri sendiri dan berguna bagi masyarakat”.
tujuan umum pendidikan Muhammadiyah tersebut dijabarkan ke dalam tujuan
institusional sesuai dengan jenis dan tingkat sekolah tertentu.
Kemudian tujuan
pendidikan Muhammadiyah dioperasionalkan oleh Majelis Dikdasmen Muhammadiyah
dengan menuangkannya dalam lima kualitas out-put Pendidikan Dasar dan Menengah
Muhammadiyah, yakni:
1.Kualitas
keislaman
Sebagai
institusi pendidikan diharapkan menjadi lembaga yang mencetak kader, sekolah/
madrasah/ pesantren Muhammadiyah haruslah menegaskan diri dalam menghasilkan
peserta didik yang mengejawantahkan nilai-nilai islam.
2.Kualitas
keIndonesiaan
Rasa kebangsaan
tumbuh jika setiap warga negara mematuhi hukum dan mengedepankan pelaksanaan
kewajiban sebelum menuntut hak.
3.Kualitas keilmuan
Kualitas
keilmuan adalah tingkat kemampuan peserta didik menyerap pengetahuan yang diajarkan.
4.Kualitas
kebahasaan
Kualitas
kebahasaan adalah memiliki keterampilan dasar berbahasa asing khususnya bahasa
Arab dan bahasa Inggris.
5.Kualitas
keterampilan
kualitas
keterampilan merupakan kemampuan dalam mengoperasikan teknologi, khususnya
teknologi informasi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan
Muhammadiyah telah mengakomodasikan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik
anak didik. Di dalam pedoman Guru Muhammadiyah disebutkan bahwa tujuan
pendidikan pada setiap tingkat pendidikan harus mencaku
§ bidang pengetahuan
§ bidang nilai
dan sikap
§ bidang
keterampilan
Semuanya terangkum dalam kualitas out-put Pendidikan
Dasar dan Menengah Muhammadiyah.
E.
PERKEMBANGAN
ISLAM MUTAKHIR DI INDONESIA
I.
Dinamika
Politik Islam Di Indonesia
Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam
ternyata mengalami jalan buntu dalam mewujudkan syari’at Islam, baik rezim
soekarno maupun soeharto menganggap bahwa partai politik yang berhaluan Islam
dianggap pesaing potensial dalam upaya merobohkan landasan Negara yang
berhaluan Nasionalis. Upaya-upaya para pemimpin dan aktivis Islam dalam
mendirikan Islam sebagai landasan Idiologi Negara Tahun 1945 (menjelang
kemerdekaan) dan pada akhir 1950-an (dalam perdebatan konstituante mengenai
masa depan konstitusi Indonesia) mengalami kegagalan karena rezim yang berkuasa
senantiasa melemahkan parti-partai Islam. Atau pendek kata, para pengamat
mengatakan bahwa Islam politik telah berhasil dikalahkan – baik secara
konstitusional, fisik, birokratis, lewat pemilihan umum maupun secara simbolik,
akibatnya timbul saling curiga diantara keduanya.
Politik Islam tidak bisa dilepaskan dari sejarah Islam
yang multiinterpretatif. Pada sisi lain, hampir setiap muslim percaya akan
pentingnya prinsip-prinsip Islam yang multiinterpretatif itu, tidak pernah ada
pandangan tunggal mengenai bagaimana seharusnya Islam dan politik dikaitkan
secara pas. Bahkan, sejauh yang dapat ditangkap dari perjalanan diskursus
intlektual dan historis pemikiran dan praktik politik Islam, ada banyak
pendapat yang berbeda beberapa dan bahkan saling bertentangan mengenai hubungan
yang pas antara Islam dan Politik.
Secara garis besar, dewasa ini ada dua spektrum
pemikiran politik Islam berbeda. Sementara sama-sama mengakui pentingnya
prinsip-prinsip Islam dalam setiap aspek kehidupan, keduanya punya penafsiran
yang jauh berbeda atas ajaran ajaran Islam dan kesesuaiannya dengan kehidupan
modern demikianlah, bagi sebagian, ajaran-ajaran itu harus lebih ditafsirkan
kembali melampaui hanya makna tekstualnya dan aplikasinya dalam kehidupan
nyata.
Pada ujung satu spektrum, beberapa kalangan Muslim
beranggapan bahwa Islam harus menjadi dasar negara; bahwa syari’ah harus
diterima sebagai konstitusi negara; bahwa kedaulatan politik ada di tangan
Tuhan; bahwa gagasan tentang negara-bangsa (nation-state) bertentangan dengan
konsep ummah (komunitas Islam) yang tidak mengenal batas-batas politik atau
kedaerahan; dan bahwa, sementara mengakui prinsip syura (musyawara),
aplikasi prinsip itu berbeda dengan gagasan demokrasi yang dikenal dalam
diskursus politik modern dewasa ini. Dengan kata lain, dalam konteks pandangan
semacam ini, sistem politik modern dimana banyak negara Islam yang baru merdeka
telah mendasarkan bangunan politiknya diletakan dalam posisi yang berlawanan
dengan ajaran-ajaran Islam.
Pada ujung
spektrum yang lain, beberapa kalangan Muslim lainnya berpendapat bahwa Islam
”tidak mengemukakan suatu pola baku tentang teori negara (atau sistem politik)
yang harus dijalankan oleh ummah.”
Islam sebagai
agama tidak menentukan suatu sistem pemerintahan tertentu bagi kaum Muslim,
karena logika tentang ke cocokan agama ini untuk sepanjang masa dan tempat
menuntut agar soal-soal yang selalu akan berubah -oleh kekutan evolusi harus
diserahkan kepada akal manusia (untuk memikirkanya), dibentuk menurut
kepentingan umum dan dalam kerangka prinsip-prinsip umum yang telah digariskan
agama ini.
II.
Dinamika
Pendidikan Islam Di Indonesia
Pondok pesantren sebagai
cikal bakal pendidikan Islam yang merupakan salah satu pilar pendidikan Islam
di masa awal telah mulai mengambil bentuk sebagai salah satu model pendidikan
Islam pada masa itu. Walaupun dengan sistem pembelajaran yang sangat sederhana,
namun pola pendidikan “ala pesantren dan kitab kuningnya“ ini cukup signifikan
bagi pembentukan akhlak dan perilaku santrinya sebagai modal pembangunan.
Namun, model pendidikan Islam ini memiliki kekurangan karena kurikulum yang
tidak tertata rapih dan berorientasi visioner. Pola pesantren kemudian
mereformasi ke arah Madrasah. Seiring dengan kebangkitan Madrasah di Timur
Tengah. Madrasah dengan materi dan kurikulum yang lebih tersistematis menjadi
salah satu bentuk pendidikan Islam. Madrasah kemudian menjadi penengah antara
pendidikan “ala pesantren” dengan pendidikan agama di sekolah umum. Dengan
kurikulum yang sarat dengan muatan ajaran agamanya, seperti fiqh, tafsir,
hadits, tauhid dan kalam, Ia pun memiliki kurikulum umum seperti berhitung,
ilmu bumi, sejarah dan pengetahuan umum lainnya.
Perkembangan selanjutnya,
Islam dan politik kekuasaan telah mewarnai perkembangan sistem pendidikan
Indonesia. Yakni dengan lahirnya Nahdhatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah
yang kemudian menjadi kelompok mainstream, baik pemahaman keagmaan
maupun organisasi mulai melirik dunia pendidikan sebagai salah satu media
dakwah dan penyebaran pemahaman keagamaannya. NU menjadikan pesantren sebagai
basis pendidikan, dengan kurikulum yang lebih modern dari bentuk pesantren di
awal masa sejarah Islam di nusantara. Dan Muhammadiyah yang mulai mengembangkan
model pendidikan formal dengan kurikulum dan materi ajar yang lebih bervariasi.
Ternyata model pendidikan
Islam seperti ini pun memiliki hambatan, di akhir abad 20, lahirnya sistem
pendidikan Islam dengan model sekolah Islam unggulan, yang diprakarsai oleh
Yayasan Pendidikan Islam al Azhar. Di satu sisi, pendidikan Islam di sekolah
unggulan ini mengutamakan penguasaan sains dan keterampilan teknologi pada
siswa dengan pengadaaan infrastruktur pendidikan yang memadai. Dan di sisi
lain, model sekolah unggulan ini mengadopsi pula format pesantren yang
bertujuan membentuk pribadi siswa yang berakhlak mulia. Tetapi sangat
disayangkan bersama, penikmat dari model sekolah unggulan ini masih terpusatkan
pada golongan menengah ke atas sehingga belum dapat memberikan multifier efek
bagi percepatan pendidikan Indonesia yang lebih baik.
Di samping itu, kebijkan
negara tak luput menentukan arah pendidikan Islam sebagai sub sistem pendidikan
Nasional. Penetapan kebijakan negara di bidang pendidikan mempengaruhi
pendidikan Islam. Hal ini terkait dengan posisi kelompok Islam dan kelompok
nasionalis sekuler yang memiliki setting an pemikiran yang tidak
sama dalam memandang fungsi Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebagai konsesi bagi kelompok Islam, dibentuklah Departemen Agama, di mana
pendidikan Islam berada dibawah naungan departemen ini. Persentuhan tokoh
pendidikan baik NU, maupun Muhammadiyah di segala sektor khususnya di
konstalasi perpolitikan nasional secara gradual mulai merubah paradigma mereka
tentang model pendidikan Islam.
Terjadilah dinamika dialektis, yang selanjutnya mempengaruhi
kebijakan negara di bidang pendidikan. Yakni, Pendidikan Islam dianggap sebagai
slah satu cara untuk membentuk pandangan hidup muslim yang integratif dan akan
mempengaruhi setiap pengambilan keputusan baik politik, maupun kehidupan
lainnya. Di saat yang bersamaan, perubahan sosial ekonomi
masyarakat menuntut aktiftas yang seriring dangan perubahan zaman. Kebutuhan
akan terciptanya keseimbangan kebutuhan ukhrawi (pendidikan Islam) dengan
kebutuhan duniawi (pendidikan umum). Dinamika ini mengakselerasi terciptanya
sistem pendidikan Islam yang integratif ke dalam payung sistem pendidikan
nasional.
III.
Islam Dan
Perkembangan Budaya Di Indonesia
v
Teori Islam di bawa
oleh para Pedagang Gujarat (India)
Pendukungnya yaitu : Snouck Hourgonye ; W.F.
Stutterheim ; Bernard H.M. Ulekke
Bukti :
§ Di temukan
makam nisan Sultan Malik Al-Saleh yang berangka tahun 1297.
§ Muncul istilah
jirat = paes = nisan = patok, yang berasal dari Gujarat.
§ Berdasarkan
berita Marcopolo di sebutkan pada saat singgah di Samudra Pasai ia menemukan
masyarakat sekitar sudah menganut agama Islam.
v
Islam di bawa
oleh para Pedagang Persia (Iran)
Pendukungnya
yaitu : Umar Amir Husein ; Husein Djayadiningrat
Bukti :
§ Adanya Upacara
Tabut di Minangkabau
§ Penemuan makam
Fatimah binti Maulana, di Leran, Gresik Jawa Timur.
§ “Leran” jika di
Indonesia nama sebuah kampung/desa, namun di Persia/Iran adalah nama suku
bangsa.
v
Islam di bawa
oleh para Pedagang Arab/Mesir
Dikemukakan oleh Hamka
Bukti:
§ Terdapatnya
kesamaan gelar H. Malik yang digunakan di Samudra Pasai.
§ Terdapatnya
kesamaan mahzab yaitu mahzab Syafii di gunakan di Samudra Pasai.
Saluran Islamisasi
§ Perdagangan
§ Perkawinan
§ Pendidikan
§ Da’wah
§ Kesenian
§ Tasawuf, adalah
Ajaran ketuhanan yang di campur dengan ilmu-ilmu magic dan hal-hal yang berbau
mistis yang berfungsi untuk pengobatan, biasanya di sesuaikan dengan pola pikir
yang berorientasi pada Hindu-Budha sehingga di sesuaikan dengan kondisi dan
situasi lingkungan masyarakat sekitar.
v
Faktor Islam
Cepat Berkembang
§ Syarat masuk
Islam sangat mudah yaitu hanya membaca 2 kalimat Syahadat.
§ Islam menyebar
ke Indonsia di sesuaikan tradisi pada saat itu.
§ Islam tidak
mengenal kasta/strata sosial.
§ Penyebaran
Islam dilakukan secara damai.
§ Tata upacara
peribadatan Islam sangat sederhana.
§ Upacara dalam
Islam pun sangat sederhana.
v
Perkembangan
Budaya Islam Di Indonesia
Akulturasi
Contoh wujud
Akulturasi Budaya Islam + Indonesia
Bidang Bangunan
Contohnya Masjid
§ Cirinya: atap
tumpang, pondasi agak tinggi,adanya parit/kolam, adanya serambi, bedug,
kaligrafi, menara, gerbang
Contohnya Makam
§ Cirinya:
cungkum (rumah makam), di tempat tinggi, nisan, hiasan kaligrafi.
Contonya Seni Sastra
§ Hikayat
Cerita/dongeng
karya sastra melayu berbentuk prosa yang memuat peristiwa luar biasa yang tidak
masuk akal sering bertitik tolak dari peristiwa sejarah.
Contoh: Amir
Hamzah, Hikayat si Miskin.
§ Babad
Cerita Sejarah
yang lebih bersifat dongeng merupakaan rekaan pujangga keraton yang dianggap
sebagai peristiwa sejarah.
Contoh: Babad
Tanah Jawi, Babad Cirebon.
§ Suluk
Kitab yang
mencerminkan masalah tasawuf yaitu jalan kearah kesempurnaan batin.
Contoh: Suluk
Sukarsa, Suluk Wujil, dan Malang Sumbing.
§ Primbon
Ramalan-ramalan
jawa.
IV.
Gerakan-gerakan
Islam Kontemporer Di Indonesia
Gerakan Islam di Indonesia tidak dapat dipungkiri
merupakan salah satu penggerak dari berbagai gerakan pewujud kemerdekaan
Indonesia. Sebut saja Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Persatuan Islam (Persis),
Syarikat Islam dan sebagainya, yang telah lebih dulu eksis sejak awal abad 20.
Dewasa ini, dalam dua dasawarsa terakhir, muncul gerakan-gerakan Islam, yang
memberikan banyak perubahan dalam gerakan Islam di Indonesia.
Ada gerakan aktivis yang merujuk konsep Ikhwanul
Muslimin (IM) yang biasa diidentifikasi sebagai jamaah Tarbiyah. Ada juga yang
berbendera Salafi, Jama’ah tabligh (JT), Hizbu Tahrir (HT) dan lain-lain.
Gerakan-gerakan ini memang terinspirasi oleh gerakan serupa di luar negeri.
Sementara gerakan lain ada pula yang bersifat lokal. Mereka mengangkat label
NII yang berhulu dari gerakan DI/TII, Islam Jamaah (IJ),Hidayatullah dan
sebagainya.
Diakui atau tidak, ragam pergerakan ini memang
menawarkan solusi dan metode yang berbeda dalam menegakkan Islam. Ada yang
lebih mengambil aspek politis, ada yang cenderung melihat pada aspek spiritual, ada yang lebih memandang aspek
pendidikan dan sebagainya. Tapi
biasanya, sifat fleksibel gerakan Islam yang bisa mengakomodasi berbagai aspek itu yang lebih diterima di
masyarakat.
V.
Keragaman
Keberagamaan Dan Model Yang Di Harapkan Di Indones
v
Multikulturalisme
/ Keragaman dan Kesederajatan
Multikulturalisme adalah sebuah filosofi terkadang
ditafsirkan sebagai ideologi yang menghendaki adanya persatuan dari berbagai
kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial politik yang sama dalam
masyarakat modern. Istilah multikultural juga sering digunakan untuk
menggambarkan kesatuan berbagai etnis masyarakat yang berbeda dalam suatu
negara. Multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang menekankan pengakuan dan
penghargaan pada kesederajatan perbedaan kebudayaan.
Indonesia merupakan salah satu contoh negara
multikulturalisme. Indonesia memliki etnis, suku, agama, budaya, kebiasaan.
Kekayaan warna di Indonesia ini merupakan sebuah potensi yang sangat besar.
Dari mulai kebudayaan, kesenian, sampai keberagaman lingkungan alam. Semuanya
jika diolah dengan baik dan sempurna dapat menghasilkan keuntungan yang
berlipat-lipat bagi negara. Contohnya dalam hal pariwisata, dengan keragaman
ini dapat membuat objek wisata yang tak akan bosan untuk dikunjungi.
Setiap komunitas budaya pasti memiliki nilai positif
dan negatif. Nilai positif dan negatif ini jika digabungkan dengan baik, justru
akan menghasilkan kekuatan yang berlipat-lipat. Layaknya kisah kanak-kanak
kolaborasi Si Buta dan Si Lumpuh. Nilai negatif budaya A, dapat ditutupi oleh
nilai positif budaya B, selanjutnya nilai budaya negatif B dapat ditutupi oleh
nilai positif budaya C.
Namun bagaimana jadinya jika tidak dikelola dengan
sempurna. Maka kekuatan itu justru akan menjadikan rusaknya negara secara
pelan-pelan dan tidak terasa. Bagaikan kayu yang digigiti rayap. Ketika
nilai-nilai negatif budaya yang ditonjolkan, dan dihujat maka bersiap-siaplah
bom waktu akan meledak di negara ini. Kesederajatan inilah kuncinya. Sikap
toleransi disertai dengan penyelesaian masalah dengan duduk bersama, bukan
saling tuding dan hujat adalah solusinya. Bersikap dewasa dan memberikan
“applause” atas keunggulan budaya lain, dan berusaha menutup nilai negatif
budaya lain tersebut adalah harga mutlak yang harus dijalankan di setiap
tingkatan manusia di Indonesia.
Pendidikan multikultural sangat penting diterapkan
guna meminimalisasi dan mencegah terjadinya konflik di beberapa daerah. Melalui
pendidikan berbasis multikultural, sikap dan mindset (pemikiran) siswa akan lebih terbuka untuk
memahami dan menghargai keberagaman. "Dengan pengembangan model pendidikan
berbasis multikultural diharapkan mampu menjadi salah satu metode efektif
meredam konflik. Selain itu, pendidikan multikultural bisa menanamkan sekaligus
mengubah pemikiran peserta didik untuk benar-benar tulus menghargai keberagaman
etnis, agama, ras, dan antargolongan," kata pengamat pendidikan Prof. Dr.
Har Tilaar.
Dalam konteks membangun masyarakat multikultural,
selain berperan meningkatkan mutu bangsa agar dapat duduk sama rendah, berdiri
sama tinggi dengan bangsa-bangsa lain, pendidikan juga berperan memberi perekat
antara berbagai perbedaan di antara komunitas kultural atau kelompok masyarakat
yang memiliki latar belakang budaya berbeda-beda agar lebih meningkat
komitmennya dalam berbangsa dan bernegara.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
v PASANG SURUT
KEJAYAAN ISLAM
I.
Kemunduran Dunia Islam
§ Krisis dalam Bidang Sosial Politik
§ Krisis bidang Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan
§ Krisis dalam Bidang Keagamaan
II.
Aktualisasi Gerakan Muhammadiyah
v Tujuan Muhammadiyah
Setiap tujuan pendidikan Muhammadiyah selalu
berhubungan dengan pandangan hidup yang dianut Muhammadiyah. Tujuan umum
pendidikan Muhammadiyah secara resmi baru dirumuskan pada tahun 1936 saat
kongres Muhammadiyah di Betawi. Dalam kongres tersebut tujuan Muhammadiyah
dirumuskan sebagai berikut:
§ mengiringi
anak-anak Indonesia menjadi orang islam yang berkobar-kobar semangatnya.
§ badannya sehat,
tegap bekerja.
§ hidup tangannya
mencari rezeki sendiri, sehingga kesemuanya itu memberi faedah yang besar.
v Faktor0faktor
pendorong berdirinya Muhammadiyah
§ Faktor
Subyektif
§ Faktor Internal
§ Faktor External
B. SARAN
§ Semoga hasil
dari makalah kami dapat memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan kita
tentang “perkembangan Muhammadiyah” .
§ Dan rasa
terimah kasih kami ucapkan kepada dosen pembimbing aik v yang telah memberikan
dukungan dalam pembuatan makalah kami.
§ Mohon maaf jika
ada makalah kami jauh dari kesempurnaan, saran dan krtik akan kami jadikan
referensi untuk menyempurnakan makalah kami.
DAFTAR PUSTAKA
Latif, Yudi. Inteligensia
Muslim dan Kuasa; Genealogi Inteligensia Muslim Indonesia Abad ke-20,
Mizan, Bandung. 2005
M. Natsir, Kebudayaan
Islam dalam perspektif sejarah. PT.Girimukti Pasaka. Jakarta: 1988
Ningsih, Muhammad Natsir; Mujahid
dan Politikus Piawai. Diposting pada tanggal 25 Mei 2010. sumber : http://www.pks-jaksel.or.id/Article133.phtml
M. Natsir, Agama
dan Negara dalam Perspektif Islam. Media Da’wah. Jakarta. 2001
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Muhammadiyah telah mengakomodasikan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik anak didik. Di dalam pedoman Guru Muhammadiyah disebutkan bahwa tujuan pendidikan pada setiap tingkat pendidikan harus mencaku
Ningsih, Muhammad Natsir; Mujahid dan Politikus Piawai. Diposting pada tanggal 25 Mei 2010. sumber : http://www.pks-jaksel.or.id/Article133.phtml
Merit Casino no deposit bonus | Casino Bonuses & Games 2021
BalasHapusIn the online gaming industry, this is considered one of deccasino the very important benefits. At the moment, the majority of online casinos provide bonuses and games.